Kamis, 02 Mei 2013

Jakarta Masih Membutuhkan Rencana Tata Ruang


            
Ilustrasi: www.istockphoto.com

      Kondisi kota Jakarta ditinjau dari aspek lingkungan dan sistem transportasi cukup memprihatinkan. Banjir tahunan menjadi langganan warga Ibukota Jakarta. Faktanya perencanaan puluhan tahun dalam menanggulangi banjir di Jakarta hingga sekarang belum terselesaikan. Selain masalah banjir, warga Jakarta juga harus berhadapan dengan kemacetan setiap harinya, kondisi ini semakin memicu stress warga kota.              

Kerugian materi dan pemborosan BBM juga terjadi setiap hari akibat kemacetan. Menurut hitungan Bank Dunia, kerugian ekonomi oleh kegagalan transportasi menemukan bahwa untuk Tahun 1990 saja, kerugian Jakarta mencapai 200 juta dollar AS. Selanjutnya di Tahun 2007 masih oleh Bank Dunia, kerugian warga Jakarta karena penyakit akibat pencemaran oleh parahnya kemacetan mencapai Rp 1,8 triliun.

         Kualitas udara semakin buruk akibat polusi kendaraan yang terbuang di udara, bahkan Jakarta masuk sebagai kota dengan tingkat polusi tertinggi ke 4 setelah Meksiko. Pakar dan tim ahli perkotaan, lingkungan serta transportasi telah mengemukakan berbagai solusi untuk mengatasi masalah multikompleks di Jakarta, melalui Rencana Tata Ruang Wilayah diharapkan mampu melakukan kontrol dan membenahi tata ruang perkotaan di Jakarta, ternyata hingga saat ini penerapan dan implementasi di lapangan jauh panggang dari api. Rencana tata ruang wilayah merupakan pedoman bagi pemerintah setempat dalam mengontrol pemanfaatan lahan khususnya peluang untuk memanfaatkan lahan strategis yang berfungsi sebagai daerah resapan dan ruang terbuka hijau.

        Menjamin ketersediaan lahan untuk RTH (Ruang terbuka hijau) berarti ikut menjamin ketersediaan kualitas air bersih, dan kualitas udara perkotaan. Faktanya beberapa situ di Jakarta justru bernasib buruk, situ Kali Sunter hanya menjadi tempat pembuangan sampah (tumpukan sampah). Pembangunan CBD, apartemen dan bangunan komersil lainnya semakin bertambah jumlahnya, lantas dimana fungsi kontrol Rencana Tata Ruang, jika selalu kompromistis dengan pihak inverstor?

Dana yang digelontorkan untuk menyiapkan penyusunan Rencana Tata Ruang terbilang cukup besar. Meninjau muatan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dengan implementasi belum selaras. Penyimpangan fungsi ruang inilah yang membawa masalah di kemudian hari.

         Jakarta utara merupakan daerah dataran rendah dengan kondisi permukaan tanah labil, malah menjadi dikembangkan  untuk pembangunan mega proyek apartemen dan CBD (Central Business Distric). Lantas peran RTRW dalam permasalahan ini sepereti apa? Jika RTRW sudah tidak mampu mengontrol pemanfaatan ruang, solusi apa yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut. Jangan menunggu sampai Jakarta  tenggelam, sampai warga Jakarta terpapar penyakit akibat kualitas udara yang tercemar. Jangan menunggu itu. Komitmen pemerintah dalam menjalankan ketentuan UU Penataan Ruang dan implementasi Rencana Tata Ruang perlu dipertanyakan.

      Pembangunan mutlak dan perlu dilaksanakan, akan tetapi pembangunan perlu meninjau bebrbagai aspek seperti lingkungan, sosial dan ekonomi. Pembangunan memerlukan penyelarasan dengan ketiga aspek tersebut agar dimasa datang tidak berbenturan dengan berbagai kepentingan. Melihat bagaimana pemerintah Singapura membangun kotanya, dengan konsisten untuk menyediakan RTH dan ruang publik menjadikan kota Singapur sebagai salah satu kota ternyaman dan kota tujuan berbagai wisman. Kota Copenhagen menjadi kota pertama dalam menerapkan prinsip ekologi, Jakarata kapan?

(Ilustrasi)
Kelemahan bangsa ini bisa disebabkan karena seluruh kebijakan publik bersinggungan di ranah politik demi kepentingan beberapa pihak saja. Ganti pemimpin, ganti kebijakan, tidak heran jika kota atau wilayah seperti miniature politik belaka.

2 komentar:

adrianto hidayat mengatakan...

(^ム^)

Unknown mengatakan...

tulisanku lebay y???hehehe

Posting Komentar