Rekomendasi Hari Ini

Jumat, 10 Februari 2012

Jangan Hilangkan Masa Lalu Kota

Romantisme Ruang
Tahun 2008 rencana revitalisasi lapangan Karebosi Kota Makassar telah  membuat 'geger' warga kota Makassar. Rencana revitalisasi mengundang respon pro dan kontra dikalangan masyarakat. Awalnya issu sentral yang menjadi topik hangat pembicaraan berawal dari keresahan warga jika revitalisasi tersebut benar-benar terjadi. Konsep revitalisasi lapangan Karebosi menurut sebagian warga hanya dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir orang dan mendatanglan keuntungan bagi pihak investor saja. Sejak dahulu lapangan Karebosi telah menjadi ruang publik di Kota Makassar dan setiap saat digunakan oleh warga sebagai sarana olahraga, berkumpul, dan menyelenggarakan berbagai event kreatif. Ketika revitalisasi benar-benar terjadi maka warga tidak akan seleluasa dulu menggunakan ruang publik tersebut. Lapangan Karebosi akan dikomersilkan, dan hal ini yang sepertinya sangat 'melukai' hak-hak warga yang masih merindukan romantisme ruang untuk bernostalgia dengan masa lalu. Bagaimana warga bisa 'bernostalgia' dengan masa lalu jika salah satu ruang sejarah telah berubah fungsi dengan segala konsep moderinitasnya??

Ruang Kosong..
Namun disatu sisi, rencana revitalisasi Lapangan Karebosi betujuan untuk meningkatkan fungsi dan manfaat ruang agar tidak terjadi pemborosan ruang. Harapannya revitalisasi dapat menghidupkan kembali geliat aktivitas yang lebih bervariatif. Sangat disayangkan apabila satu bidang ruang di tengah kota tidak dimanfaatkan secara optimal, optimal dari aspek penggunaan, aspek kegiatan, aspek kreatif. Ironi apabila komponen dan elemen yang berada disekeliling Karebosi sudah berkembang dengan pesat sedangkan Lapangan Karebosi justru cenderung menampakkan dirinya sebagai "ruang kosong". Oleh karena itu pemerintah berharap dengan revitalisasi, Karebosi dapat 'menyajikan menu' kegiatan yang lebih variatif dan terorganisir sehingga sudah tidak nampak sebagai 'ruang kosong'.  

Ruang Estetika??? 
Revitalisasi mengandung pengertian sebagai proses menghidupkan kembali ruang yang sebelumnya memiliki nilai sejarah kemudian kehilangan nilai sejarahnya secara aktual, walaupun secara tekstual nilai sejarahnya masih ada. Konsep Revitalisasi secara tekstual di lapangan Karebosi secara keseluruhan tidak menunjukkan sesuatu yang salah dengan perencanaan tersebut, dimana revitalisasi akan menciptakan ragam aktivitas, fungsi ganda, terorganisir dan bersifat kreatif. Namun secara aktual, apakah revitalisasi seperti itu yang telah tertuang dalam rencana revitalisasi Karebosi??. Tahun 2009 proyek revitalisasi Karebosi telah selesai dirampungkan. Ada pemandangan lain yang terlihat di sudut jalan Ahmad Yani,lapangan Karebosi telah menjelma menjadi ruang publik dengan penataan kawasan yang memuat nilai estetika yang sangat indah. Situasi dan kondisi lapangan Karebosi benar-benar telah jauh berbeda dengan situasi sebelum mendapat sentuhan penataan. Perasaan dan nuansa seperti apa yang kita peroleh pasca revitalisasi ketika berada di Lapangan Karebosi??. Apakah revitalisasi tersebut sekedar menjadikan Karebosi sebagai 'ruang konsumtif ' dan surga belanja saja?? Apakah revitalisasi tidak membabat habis nilai  sejarah kontekstual Karebosi?..

Kami bukan warga Konsumtif,KAMI butuh Ruang Edukasi!!
Tidak ada yang salah dengan konsep revitalisasi, namun yang terlihat pada Karebosi, sepertinya revitalisasi mengikis masa lalu Karebosi sebagai warisan budaya Makassar yang memiliki nilai sejarah. Ataukah terjadi perbedaan sudut pandang dalam melihat konteks revitalisasi. Apakah tolak ukur suatu kawasan telah direvitalisasi ditinjau dari sisi estetika dan modernitas??jika demikian, mengapa tidak secara langsung saja kita menyebutnya sebagai 'kawasan komersil Karebosi'??. Harapan saya dan mungkin juga Anda, kedepannya Karebosi bisa mengangkat kembali nilai historis yang telah tenggelam dengan mengembangkan ruang kreatif kebudayaan. Ruang ini bisa dimanfaatkan untuk memperkenalkan kebudayaan Sulawesi Selatan kepada Wisatawan dan mengembangkan ruang pendidikan seperti taman baca bagi warga kota. Please..jangan lah terburu-buru melihat prospek ruang kosong sebagai ruang komersil, warga kota juga butuh ruang edukasi, bukan sekedar ruang belanja. Semoga konsep pembangunan Kota Makassar kedepannya telah mereformasi sudut pandang kita melihat peluang dalam pengembangan ruang. JANGAN mendesain RUANG jika pada akhirnya membuat masyarakat JENGAH dengan dominasi ruang KOMERSIL._^^_


di sudut ruang  6

Selasa, 07 Februari 2012

Ketika Barongsai Merajai Malioboro (Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta)


Semarak  Malioboro
Suasana jalan Malioboro pada senin malam terasa agak berbeda dengan malam sebelumnya. Masyarakat Yogyakarta tumpah ruah disepanjang Jalan Malioboro guna menyaksikan acara Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta yang menampilkan atraksi Barongsai dan tarian tradisional khas Negara tirai bambu (China). Semua berbaur dalam kebersamaan, baik warga Tionghoa maupun warga lokal, hal ini menunjukkan betapa budaya dari negeri tirai bambu tersebut telah diterima di tanah bumi para raja. Atrasksi Barongsai merupakan puncak dari seluruh kegiatan Pekan Budaya Tionghoa. Kemeriahan dan euforia perayaan Cap Go Meh semakin terasa ketika pada acara puncak perayaan ditutup dengan atraksi barongsai yang ditampilkan oleh Batalyon Infantri 403. Batalyon Infantri 403 menampilkan atraksi Barongsai termegah malam itu. Panjang naga mencapai 130 meter, terdiri dari 40 stok, berat kepala naga mencapai 1000 kilo. Iring-iringan yang membawa naganya mencapai 200 orang. Penampilan atraksi Barongsai oleh Batalyon Infantri 403 mendapat penghargaan dari museum rekor Indonesia sebagai naga terpanjang dan jumlah personel terbanyak.


Perayaan Cap Go Meh

yang lokal yang beraksi
Kita patut berbangga karena kemeriahan perayaan Cap Go Meh dalam atraksi Barongsai tidak hanya diramaikan oleh warga Tionghoa, warga lokal pun turut menunjukkan taringnya. Warga lokal pun tidak kalah lincah dan atraktif dalam menampilkan beragam atraksi . Tidak ketinggalan, anak-anak usia dini pun ikut melakukan atraksi, benar-benar luar biasa. Barongsai benar-benar telah mendarah daging dan menjadi simbol keberagaman dan kebersamaan. Kekompakan dan kerja sama yang terjalin menunjukkan nilai-nilai sosial dan budaya yang terimplementasi dalam tatanan hidup bermasyarakat. Seketika terlintas dalam benak, bagaimana meriahnya jika pada malam itu yang ditampilkan adalah kesenian asli Indonesia. Apakah akan semeriah dengan perayaan Cap Go Meh??. Tak dapat disangkal bahwa kebudayaan masyarakat Tionghoa memang telah hadir dalam tatanan kebudayaan Bangsa Indonesia sejak ribuan tahun yang lalu. Awalnya kedatangan bangsa Tionghoa adalah untuk berdagang dan secara perlahan budaya Tionghoa pun akhirnya terealisasikan dan berbaur dengan budaya bangsa kita.

Keberagaman itu Indah
Seperti semarak tahun baru Imlek yang menampilkan atraksi Barongsai dan kemeriahan kembang api, maka semangat baru itu pulalah yang ingin dituangkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Semangat kebersamaan dan kekompakan dalam atraksi Barongsai mencerminkan bagaimana agar setiap individu dapat hidup dalam kebersamaan dan kerjasama untuk menghasilkan harmoni hidup yang selara, saling menjaga dan menghormati. Situasi dan kondisi bangsa saat ini yang carut marut, berbagai konflik antar warga, sengketa lahan yang berujung anarki menunjukkan bahwa betapa sendi-sendi nilai sosial itu telah luntur dalam kehidupan bermasyarakat kita. Kecenderungan dan individualisme menjadi hal yang tak terbantahkan lagi. Sudah saatnya kita mulai mencermati dan mengambil kesimpulan dari setiap kejadian yang belakangan ini menimpa bangsa kita. Kita tentunya masih memiliki harapan agar kedepannya bangsa kita bisa kembali menunjukkan jati diri sebagai bangsa yang mencintai keberagaman. Menjadi bangsa yang besar karena kemampuannya menaungi dan mewadahi keanekaragaman budaya, bukan malah menjadi bangsa kerdil yang tidak mampu menerima keberagaman.

harapan itu masih ada jika kita semua juga masih mendambakannya..semoga..

Minggu, 05 Februari 2012

Aktivitas Ruang Publik_Sunmor (Sunday Morning) di UGM


'Semua tempat di muka bumi ini indah, indah karena berisi muatan keberagaman yang berbeda disatu tempat dengan tempat yang lain, unik karena hanya satu-satunya. Maknai keberadaan ruang yang ada disekitar kita' _^^_





Ada yang Unik..
Hiruk pikuk kembali meramaikan kampus UGM di sepanjang jalur pintu masuk arah selatan Sagan sampai ke  penghujung utara Fakultas Peternakan UGM. Setiap minggu pagi, ada kegiatan 'wisata belanja' murah dan variatif yang berlangsung. Warga Jogja menyebutnya SUNMOR atau sunday morning__cukup kreatif. sepanjang ruas jalan arah selatan ke utara disesaki oleh pedagang kaki lima dan pengunjung yang datang berbelanja atau hanya sekedar ingin menikmati suasana Sunmor. Sekitar 2 bulan yang lalu ketika untuk pertama kalinya menginjakkan kaki ke Kota Pelajar, teman-teman mengajakku untuk mengisi waktu senggang hari minggu, melihat suasana Sunmor di UGM. Sepintas aktivitas seperti ini tidak jauh berbeda dengan pasar pagi yang terdapat di beberapa kota seperti Makassar yang juga rutin mengadakan pasar pagi setiap hari minggu di sepanjang jalan menuju Anjungan Pantai Losari. Akan tetapi yang membuat suasana Sunmor UGM sedikit berbeda adalah karena aktivitas ini berlangsung dalam Kampus UGM. Sehingga selain berbelanja pengunjung dapat sekaligus berkeliling menyakasikan kemegahan kampus UGM. suasana asri dan sejuk juga merupakan salah satu faktor pendukung lainnya yang menjadikan Sunmor di UGM selalu dinantikan.

Ragam Wisata Belanja
Barang - barang yang dijual sangat bervariasi, mulai dari perlengkapan sehari-hari seperti sepatu,sendal, pakaian, celana. ada juga asesoris menarik lainnya seperti barang-barang perlengakapan kamar: gorden, hiasan dinding yang semuanya disajikan dalam bentuk yang unik dan pastinya dengan harga miring. Semua barang yang dijual mewakili jenjang usia. ada barang untuk anak-anak, remaja dan juga orangtua, ya.. semua kalangan bisa menikmati wisata belanja, mereka bercampur dalam satu ruang dengan kesibukan yang beragam pula. selain suasana berbelanja, faktor menarik lainnya yang sangat unik adalah bervariasinya jenis kuliner dan jajanan tradisional dengan harga yang sangat terjangkau. Pengunjung memiliki keleluasaan memilih makanan /kuliner yang mereka gemari. tata letak warung makan pun sangat strategis, pada umumnya warung makan di Sunmor berada di sepanjang jalan menuju arah utara (arah keluar kampus), sehingga setelah pengunjung puas berbelanja, pengunjung dapat langsung singgah di warung makan, pola tata letak beberapa warung makan berbentuk linear mengikuti sisi jalan sebelum sampai ke penghujung utara fakultas peternakan UGM. Semua warung makan menyajikan konsep lesehan, sehingga kita benar-benar merasakan suasana makan dirumah sendiri, jauh dari unsur formalitas, benar-benar santai.

Ruang Publik,,Where????? 

Pembunuhan Masa depan Anak-anak dimulai dari Tidak adanya Tempat Bermain



Dahulu sebelum kota-kota berkembang, ruang publik masih banyak kita temukan. ruang publik dibeberapa negara Eropa seperti Paris menggunakan ruang publik untuk berkumpul atau beranjang sana dengan kolega, teman ataupun keluarga. ruang publik menjadi sarana 'Silaturahmi' dan saling mengenal. Ruang publik itu sendiri bentuknya bisa beragam, ada yang difungsikan untuk berolah raga, dan ada juga yang dimanfaatkan untuk wisata belanja dan pusat jajanan sekaligus dalam satu tempat atau bisa juga berupa taman, taman bermain, taman refleksi dan berbagai konsep taman lainnya. Namun karena geliat perkembangan kota yang terus berlangsung maka konsep perkembangan perkotaan mulai beralih pada kegiatan indoor. Mall mulai bermunculan dan menggeser keberadaan ruang publik bersifat outdoor. Parahnya lagi ruang publik yang bersifat outdoor dengan fungsi ganda sebagai daerah resapan air juga harus beralih fungsi. Semakin berkurangnya daerah yang menjadi resapan air maka resiko banjir juga meningkat. Mainset peradaban perkotaan yang kebabblasan mulai menggeorogoti sendi-sendi penataan kota yang sebelumnya masih menjaga kelestarian lingkungan. 
Anak-anak kecil akhirnya kehilangan tempat bermain dan berganti dengan aktivitas bermain di Mall. bukankah ini memperlihatkan secara tidak langsung kepada sang anak perilaku yang konsumtif sejak dini?? kita bisa belajar pada Kota Bogota yang secara konsisten menciptakan ruang publik untuk warga kotanya. Warga Kota Bogota berpendapat:

DI SHOPPING MALL YANG MEWAH, WARGA MISKIN MERASA SEBAGAI ORANG ASING ATAU TIDAK DITERIMA (TIDAK SEDERAJAT)
DI PERPUSTAKAAN MEREKA MERASA DITERIMA DAN DIHARGAI.
ORANG MISKIN BISA DATANG KE TEMPAT ITU BUKAN KARENA KEKAYAANNYA ATAU MEMILIKI PENDIDIKAN YANG TINGGI, TAPI CUKUP SEBAGAI SEORANG WARGANEGARA,
MENJADI WARGA COLOMBIA SUDAH MERUPAKAN SUATU KEBANGGAN TERSENDIRI.






Semoga ruang publik yang masih terjaga di daerah kita tetap konsisten dengan fungsinya. biarkan saja ruang tersebut tumbuh alami. sebagai warga kota yang sudah cukup penat melakoni beragam aktivitas,warga kota  butuh ruang untuk melepas kejenuhan, salah satu wadahnya adalah ruang publik yang nyaman dimana warga kota bisa berkumpul, dan larut dalam aktivitas santai. Jika untuk menghadirkan ruang publik sudah menjadi barang langka maka kita tinggal menantikan gejala stres perkotaan yang melanda warga kota. selamatkan kota kita karena kota adalah wadah yang menampung generasi berperadaban dan berperikemanusiaan. Jika kota sudah berada dalam kondisi amburadul, maka hal tersebut akan berbanding lurus dengan perilaku warga kotanya.percaya deh..._^^_












Jumat, 03 Februari 2012

Ruang Kreatif


MateriI Kuliah : Teori Keruangan



1. Ruang itu terdiri dari :
        - Bentuk
        - Komponen/Bidang
        - Volume

2. Ruang adalah bagian dari muka bumi yang dibatasi oleh batas fisik alam, batas administratif, batas pemilikan  dan batas manfaat funsional.

3. Ruang memiliki makna :
    - ruang sebagai sumber daya




    - ruang sebagai tempat tinggal hidup/habitat
    - ruang sebagai lokasi, situs, kedudukan
    - ruang sebagai simbolis.






Kamis, 02 Februari 2012

Generasi Adaptif-Progresif Abad Ke-21




Bagaimana Kita Bisa Menjadi Generasi Paling Adaptif dan Progresif di Abad ke-21?

Don’t forget but forgive.

Bagian kesatu:Penerimaan (acceptance)
Terkadang memang kita harus memacu diri kita sebagai generasi muda untuk kembali berpikir secara mendasar tentang kemajuan dan semua bentuk dinamika di sekitar kita. Perkembangan masyarakat, konflik-konflik, isu-isu yang tersalurkan maupun yang teralihkan, penegakan hukum, perubahan postur pemerintahan dan politik, ataupun kondisi internal tiap individu pastilah selalu membawa hal yang berbeda setiap harinya. Hal-hal semacam itu adalah hal besar, kompleks, dan terkadang membutuhkan terma panjang untuk penyelesaiannya. Nampak di mata kita perubahan-perubahan ke arah perbaikan, nampak pula kebingungan-kebingungan tentang keadaan suatu hal yang semakin tidak menjanjikan. Kita tidak perlu berpikir terlalu jauh melampaui kapasitas kita guna menyelesaikan masalah masyarakat, bangsa, atau negara. Yang perlu kita lakukan secepatnya, sebelum mulai hal yang lebih besar, adalah menerima keadaan.
Jika kita sudah bisa mengalami hal-hal sampai sejauh ini, itu berarti kita sudah ditakdirkan untuk mengalami masa muda. Kita diberikan waktu dan keleluasaan untuk memilih. Untuk melihat, mendengarkan, memulai pembicaraan, adalah subjek-subjek yang menemani kita untuk menerima, memilih dan mengakui keadaan yang ada sekarang. Dunia juga sudah memiliki takdirnya sendiri yang nampak sebagai tugas dan keadaan sebagaimana mestinya ia berlangsung. Kita, generasi muda yang hidup bersama semua bentuk perubahan dunia akan nampak wajar dan biasa jika kita mengalami perubahan, siklus, serta regenerasi sama seperti yang dialami oleh bumi ini. Jika saat ini kita mengaku terlalu banyak menyaksikan konflik di atas bumi ini, maka itu berarti kita kembali diuji, bagaikan ujian sekolah, yang harus dihadapi. Ujian bagi generasi muda ini adalah juga peluang. Peluang untuk membuka mata lebih lebar, melapangkan pikiran lebih luas, tentang sudut pandang yang harus dipakai dalam melihat dinamika semacam konflik yang sedang berlangsung tersebut.
Memang, generasi muda seperti kita sering pula diserukan untuk segera bertindak atas segala sesuatu yang terjadi dan dianggap perlu diperbaiki. Kita seringkali diminta untuk berdiri di barisan paling depan pasukan revolusi pembawa perubahan yang mendasar itu. Namun bukan  berarti kecekatan dan kecepatan aksi kita tidak didasari atas rasa kecerdasan dan pemikiran strategis. Kita bisa saja mengambil langkah seperti sebagian pemuda Palestina yang menyerang dengan granat bunuh diri begitu saja ke arah mereka yang dianggap musuh. Akan tetapi langkah-langkah semacam itu tergolong langkah alternatif yang sejatinya tidak perlu diutamakan. Kita tentu tidak ingin terjebak ke dalam lubang perlawanan buta yang tidak memperlihatkan solusi mutualisme. Kita ingin menjadi solutif sekaligus progresif.
Keberanian kita untuk menerima keadaan, bukannya meratapinya; Keberanian kita untuk melapangkan pikiran, bukannya menyempitkannya; Keberanian kita untuk melangkah dengan solusi, bukannya rasa apatis, adalah sebuah titik awal kesadaran kita akan kewajiban membawa perubahan di dunia. Dalam menerima keadaan memang ada kecenderungan dan godaan kita untuk khawatir berlebihan sehingga terancam menjadi orang yang apatis. Namun di lain sisi, penerimaan (acceptance) memberikan kita ruang lebih untuk melihat celah yang bisa kita manfaatkan untuk melakukan serangkaian perubahan kecil dengan tujuan perbaikan di sekeliling masyarakat. Penerimaan juga melatih kita untuk memaafkan apa yang telah terjadi. Tidak perlu terlalu mengikuti tuntutan zaman, kita hanya harus membuat perubahan-perubahan yang dimulai dari hal-hal yang paling kita sukai.

Bagian kedua: Choose the one you really want!
Ada beberapa hal yang bisa menjadi konsentrasi dalam memperbaiki keadaan yang ada sekarang. Banyaknya pilihan ini justru menantang kita lebih fokus, memusatkan kekuatan pada hal-hal yang lebih penting. Melakukan hal-hal yang menjadi kegemaran selalu bisa menjadi awal mula kesenangan dan pembentukan integritas dalam memulai perubahan.
Ketika seorang pemuda sudah bisa mengetahui apa hal yang paling disukainya, maka dengan sebuah niat tulus ia sudah bisa menciptakan itikad acceptance dan menciptakan hal baru. Hal-hal yang paling digemari di sekolah seperti sepakbola, sains, botani, atau bahkan balet bisa menjadi pilihan jalan untuk peruban itu. Seperti halnya awal pembentukan bakat pada anak yang baru puber, seharusnya pilihan untuk memperbaiki sesuatu selalu disertai keringanan hati dalam melakukannya. Seperti filosofi lama yang terkenal, kegemaran selalu menjadi ketulusan; ketulusan selalu berlanjut menjadi keringanan; sedangkan keringanan berujung pada semangat (passion). Dan jika sudah terlibat dalam konsentrasi tinggi yang fokus pada kebesaran semangat, maka peluang untuk membawa pengaruh pada lingkungan bukanlah hal yang sulit.
Memang, teori tidak selamanya bisa menghasilkan perubahan tanpa tindakan yang konkret. Namun perubahan juga tidak akan efektif tanpa arah gerak dan strategi yang jelas. Dalam dinamika perubahan dunia akhir-akhir ini “menawarkan” tantangan bagi kita untuk meningkatkan kemampuan individual. 

***

Ilustrasi: addykho.com.


Rabu, 01 Februari 2012

Awal Sebuah Pengharapan





..........Bulan Januari tahun 2012 kembali menghentakkan geliat aktivitasku yang sempat mati suri selama 3 bulan. Hidup baru kembali tersenyum menatapku, harapan besar kembali aku susun seperti menyusun sebuah puzzle..mencari bagian gambar yang sesuai agar tercipta harmoni yang indah. 
Perjuanganku untuk bisa mengecap pendidikan di Kampus biru melalui proses panjang, putus asa, dilema, pesimis, semuanya bercampur menjadi satu. Namun aku bersyukur masih ada orang-orang yang begitu ganas menyemangatiku untuk terus mengejar impianku. Pada akhirnya aku bisa menarik kesimpulan dari bagian hidupku ini bahwa hasil bukanlah segala-galanya..ada proses indah yang yang jauh lebih istimewa. Proses inilah yang mengajarkan kita untuk bisa lebih fleksible terhadap setiap permasalahan dan kendala yang aku hadapi dalam hidupku..
Lembaran baru untuk hari selanjutnya di kampus ini akan segera aku ukir,,karena perjuangan selanjutnya akan segera dimulai. Doa orang-orang  terdekat, Kedua orangtua, saudara, keluarga dan sahabat adalah spirit utama dalam hidupku, akan aku ukir gambar kehidupan yang lebih bermakna lagi dari sebelumnya,, Insya Allah...
                                                                                                                              halaman 27 tahun 2012

Keunikan Tongkonan dan Karakter Tana Toraja



Sumber gambar: http://www.weltrekordreise.ch.
"Tongkonan": Implementasi Keunikan Lokal dalam Menciptakan Karakter Kota di Kabupaten Tana Toraja




Kota pada dasarnya merupakan wadah untuk menampung berbagai macam budaya, tradisi yang terimplementasi dalam sebuah desain arsitektur yang sangat orisinil dan berkarakter. Bangunan dengan desain arsitektur tersebut tidak hanya terbatas pada sekedar bangunan tanpa sarat makna akan tetapi bangunan bersejarah tersebut tentunya memiliki nilai dan makna tentang proses perkembangan suatu kota. Melihat kota-kota maju dunia di belahan benua Eropa seperti Italia,Roma,Paris, di kota – kota inilah banyak terdapat bangunan monumental yang menggambarkan bahwa perkembangan desain arsitektur sudah sangat maju sejak dahulu, bangunan monumental inilah yang akhirnya menjadi ciri khas Negara maju tersebut. Dengan melihat bangunan monumental suatu daerah maka dengan mudah diketahui asal bangunan tersebut. Sehingga antara desain arsitektur dan kota tidak dapat dipisahkan.
Salah satu bangunan bersejarah yang sangat berciri khas dan memiliki karakter yang kuat dalam menggambarkan identitas wilayahnya adalah Rumah Tongkonan yang terdapat di Kabupaten Tanah Toraja Propinsi Sulawesi Selatan. Kevin Lynch memaknai identitas sebagai pencerminan adanya unsur individualitas yang berbeda dengan object lain, sebagai entitas tersendiri (Lynch, K., 1960). Sedangkan menurut Yuswadi      Saliya, Identitas adalah hasil kesadaran berpikir tentang pemisahan manusia dengan alam luar.
Ketika dikatakan bahwa identitas adalah pencerminan individual yang berbeda dengan object lain maka keberadaan Rumah Tongkonan mengindikasikan bahwa Rumah Tongkonan memilki keunikan yang tidak dimiliki oleh bangunan atau rumah adat lainnya. Selanjutnya keunikan Rumah Tongkonan akan menjadi identitas terhadap wilayah yang menjadi asal mula keberadaan Rumah Tongkonan dan  menjadikan Rumah Tongkonan sebagai brand Kabupaten Tanah Toraja.

Tongkonan sendiri bentuknya adalah rumah panggung yang dibangun dari kombinasi batang kayu dan lembaran papan. Kalau diamati, denahnya berbentuk persegi panjang mengikuti bentuk praktis dari material kayu. Tidak ada pelitur atau pernis, semuanya berasal dari kayu uru, sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi. Kualltas kayunya cukup baik dan banyak dijumpal dijumpal di daerah Toraja.
Ada tiga bagian dari Tongkonan; kolong (Sulluk Banua), bagan (Kale Banua) dan atap (Ratiang Banua). Dilihat dari tampak samping, pembagian ini nampak jelas darn pola struktur kayunya. Pada kolong nampak ruang kosong dan tertutup pada bagian dindingnya yang sambungannya dari papan dengan ketebalan sekitar 5-7 cm.
Pada bagian atap, bentuknya melengkung mirip tanduk kerbau. Di sisi barat dan timur bangunan terdapat jendela kecil, tempat masuknya sinar matahari dan aliran angin. Tongkonan mempunyai masing-masing kolom yang berkumpu pada batu. Kolom utamanya menjadi penyangga struktur atap di sisi ujungnya.



“Tongkonan” sebagai cerminan karakter kota

Jika dikatakan bahwa Tongkonan merupakan cerminan karakter kota maka perlu diketahui karakter seperti apa yang mendominasi dari perwujudan sebuah rumah tongkonan. Rumah tongkonan terdiri dari begitu banyak unsur budaya dan tradisi. Rumah Tongkonan mampu menjadi kebanggaan masyarakat Tanah Toraja sehingga hamper disetiap atap rumah warga Tanah Toraja mengikuti model atap Rumah Tongkonan. Sehingga ketika berkunjung di Kabupaten Tanah Toraja maka kesan budaya sangat terasa.
Hampir di setiap sisi jalan dan sudut kota kita bisa menemukan berbagai rumah dengan desain arsitektur atap rumah yang mengikuti atap Rumah Tongkonan. Hal ini tentu sangat menarik perhatian, sebab keunikan local tersebut masih bertahan sampai sekarang, selain itu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sebenarnya pendapat warga Tanah Toraja melihat eksistensi Rumah Tongkonan yang masih terpelihara hingga sekarang.
Dengan menggunakan model atap rumah Tongkonan pada setiap rumah warga, terlihat suatu bentuk kebanggaan sebagai Masyarakat Tanah Toraja karena dengan mengggunakan atap Rumah Tongkonan akan menggambarkan asal warga tersebut. Dengan mudah kita mengetahi asal masyarakat Tanah Toraja jika atap Tongkonan yang menjadi cirri khas meskipun masyarakat tersebut bertempat tinggal di daerah lain.
Masyarakat Tanah Toraja mampu mempertahankan budaya dan keunikan Rumah Tongkonan sehingga begitu memasuki Kabupaten Tanah Toraja orang akan merasakan suasana kota yang sangat kental dengan unsur budaya. Budaya sering dilihat sebagai kemewahan, sebagai sesuatu yang akan dibahas setelah kemiskinan diatasi, sesuatu yang akan digarap setelah pemerintah menyelesaikan hal-hal yang lebih penting. Tidak disadari bahwa kekuatan budaya sebetulnya justru merupakan kekuatan utama sebagai landasan pembangunan, sebagai pendorong dan pendukung pembangunan. Dari pimpinan nasional sudah diisyaratkan bahwa budaya akan menjadi kekuatan utama di masa depan. Keberadaan Rumah Tongkonan yang masih bertahan ditengah pembangunan kota saat ini menunjukkan bahwa Masyarakat Tanah Toraja sangat menghargai sejarah sehingga budaya dan keunikan local masih dapat kita temukan hingga saat ini.
Jika pepatah mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan perjuangan pahlawan maka kondisi tersebut dapat terlihat di Kabupaten Tanah Toraja, Tanah Toraja begitu dikenal sebagai tempat yang memilki karakter kota dengan keunikan local yang masih bertahan hingga saat ini bahkan budaya dan keunikan local khas Tanah Toraja menjadi daya tarik wisatawan domestic maupun internasional yang ingin memahami lebih dalam tentang budaya Tanah Toraja. Hal tersebut tidak terlepas dari usaha warga dan pemerintah dalam melestarikan segala bentuk budaya dan tradisi di Tanah Toraja, dan penghargaan yang tinggi terhadap sejarah sehingga tertuang dalam kreatifitas model atap rumah warga Tanah Toraja yang di adopsi dari atap Rumah Tongkonan.

Belajar dari Keunikan Lokal Rumah Tongkonan

Seiring dengan perkembangan zaman maka membangun merupakan sesuatu yang mutlak perlu dilakukan kemajuan suatu pembangunan akan menjadi tolak ukur tingakat perkembangan suatu daerah. Namun terkadang kita kebablasan dalam melakukan pembangunan jika terkait dengan upaya untuk mempertahankan kelestrarian keuinkan local suatu daerah. Kota diharapkan mampu menjadi tempat yang nyaman bagi penghuninya, dimana warga kota tidak membuat stigma dalam benaknya bahwa kota adalah tempat yang sesak, padat dan tidak teratur.
Warisan budaya atau keunikan local biasanya masih sangat jarang diperhatikan oleh warga dan pemerintah setempat sehingga kebudayaan local tersebut tidak mampu menjadi brand yang menggambarkan identitas daerah tersebut seperti apa. Sangat disayangkan apabila focus pembangunan kota saat ini cenderung mengabaikan keunikan local. Keunikan local tersebut bisa menjadi penyeimbang dalam pemabngunan kota. Keunikan local bisa selaras dengan pembangunan kota sehingga nilai budaya tersebut tidak hilang begitu saja, bahkan dapat dijadikan kekuatan dalam pembangunan.
Keunikan local Rumah Tongkonan yang masih terlihat kokoh hingga saat ini dapat dijadikan contoh dalam memaknai pembangunan yang sesungguhnya. Pembangunan yang mampu membuat masyarakat merasa sangat dekat dengan lingkungan dan budayanya. Menerapakan atap rumah Tongkonan di setiap bangunan pemerintahan dan rumah warga mampu memberikan dua nuansa sekaligus. Disatu sisi kita merasa hidup di era modern, namun disisi lain kita dapat merasakan kembali ke zaman dahulu. Kota seperti ini merupakan kota yang manusiawi karena tidak mengabaikan kondisi psikologi warganya dengan menawarkan pembangunan yang berjalan selaras dengan budaya.
Walaupun kota terlihat padat akan tetapi jika kita masih mampu menawarkan sisi lain dalam kota tersebut maka rasa jenuh dan stress akibat kepadatan di perkotaan dapat kita atasi. Ketika macet di jalan kita tentu merasa stress dan emosi kita akan menigggi karena disekeliling kita tidak ada hal menarik yang mapu mengalihkan perasaas stress tersebut, di sisi kanan maupun kiri yang kita lihat hanya  pusat perdagangan dan keramaian.
Bisa dibayangkan kalau di setiap bagian kota disisipkan bangunan yang memadukan nuansa budaya yang menjadi ciri khas daerah tersebut maka perhatian kita terhadap kemacetan bisa dilakukan. Karena mata dan penglihatan mendapat banyak pilihan objek menarik yang dapat disaksikan. Namun jika disisi kanan dan kiri merupakan bangunan dengan fungsi aktifitas seperti kantor. Perdagangan maka bayangan pekerjaan yang menumpuk akan muncul dalam benak kita sehingga menambah perasaan stress dalam diri.
Menerapkan keunikan local dengan memadukan desain arsitektur dan desain kota memperlihatkan identitas warga dan pola kreatifitas warga kota itu sendiri. Di sisi lain upaya pelestarian budaya tidak akan menjadi masalah bagi anak cucu kita, karena mereka telah terbiasa melihat unsure budaya tersebut, tanpa harus belajar secara intens untuk memahami budaya orang akan memahaminya jika unsur budaya tersebut telah mereka dapatkan di sekelilingnya.
Dengan demikian dapat disimpukan beberapa hal terkait dengan perpaduan desain arsitektur dalam menciptakan karakter kota sebagai berikut:
1.      Kekhasan budaya dan keuikan lokal tetap terpelihara dengan menyelaraskan pembangunan kota yang mengaplikasikan keunikan local tersebut dalam desain bangunan pemerintahan maupun rumah masyarakat.
2.      Akan tercipta suasana kota yang berbeda dengan kota lain karena kota yang memadukan nilai budaya memilki karakter dan ciri khas yang tidak seragam. Sehingga orang tidak akan merasa jenuh dengan suasana kota seperti itu.
3.      Keunikan local dapat menjadi kekuatan dalam pembangunan karena keunikan local adalah cerminan budaya yang apabila di implementasikan dalam penataan kota akan menjadi daya tarik bagi wisatawan sehingga dapat dijadikan sebagai icon pariwisata.
4.      Mempengaruhi kondisi psikologi karena stress perkotaan yang tidak terbendung dapat di imbangi dengan suasana kota yang memberikan beberapa pilihan, disatu sisi kita merasa hidup di zaman modern dan disisi lain kita merasa kembali ke masa lampau.
5.      Generasi muda secara otodidak dapat memahami kebudayaan asal mereka karena kebudayaan tersebut berada di sekeliling mereka.

Jadi kota tidak hanya dibangun untuk memenuhi kelengkapan sarana bagi masyarakat namun masyarakat juga memerlukan kenyamanan dalam bertempat tinggal, kota yang dibangun berdasarkan kebutuhan fisik yang dipadukan dengan unsur budaya adalah kota yang manusiawi , mengapa?? Karena kota tersebut tidak mengabaikan psikologi warga kotanya, yang selalu membutuhkan nuansa lain sehingga penduduknya tidak merasa jenuh.
Pembagunan yang hanya berkutat pada standar pemenuhan prasarana maupun sarana pada dasarnya hanya akan menjadikan kota tersebut seperti kota mati, dimana warganya harus menjalani aktivitas dan rutinitas yang sama tanpa ada hal lain yang mereka temukan dalam kotanya. Tidak ada karakter kota dalam ciri kota seperti ini. Jadi untuk menciptakan pembangunan yang manusiawi bagi warga kota salah satu caranya adalah dengan melestarikan keunikan local, selain memilki karakter, hal tersebut juga menunjukkan penghargaan kita terhadap sejarah masa lalu hingga kita bisa merasakan suatu peradaban kota yang lebih bijaksana saat ini dan akan diteruskan oleh generasi selanjutnya di masa yang akan datang. 


 17 MARET 2008
  Urban Fellowship III

Popular