Rabu, 01 Mei 2013

Program Pengembangan Sekolah “Rempah Mandiri Karya” Sebuah Representasi Perwujudan Generasi Terdidik, Tanggap, Inovatif Untuk Anak Putus Sekolah dan Kurang Mampu


         


        Masalah kemiskinan telah menjadi permasalahan multidimensi bangsa Indonesia. Berbagai  program pengentasan kemiskinan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat belum berjalan maksimal. Imbasnya adalah anak-anak dari keluarga miskin tidak mendapatkan akses untuk memperoleh pendidikan disebabkan biaya untuk pendidikan sangat mahal dan orang tua tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Lack of Access, kemiskinan seperti lingkaran setan yang tidak menemukan ujung pangkal penyelesaian permasalahan. Berdasarkan amanat undang-undang dasar dijelaskan bahwa anak-anak dan fakir miskin dipelihara oleh negara. Faktanya sampai hari ini masih banyak anak-anak usia sekolah yang berkeliaran di jalan menjadi pengamen, atau bekerja menjadi pemulung, lantas dimana peran negara yang ditugaskan untuk “memelihara” anak-anak jalanan?. Sebaliknya semakin hari angka putus sekolah cukup tinggi, berdasarkan data Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Bahkan pada tahun 2010 usia sekolah yakni 7-15 tahun yang terancam putus sekolah sebanyak 1,3 juta. Data ini menunjukkan peningkatan angka anak putus sekolah yang sangat signifikan. 

          Program sekolah gratis yang dicanangkan pemerintah belum berjalan optimal. Pendidikan gratis dinilai belum efektif karena keluarga miskin masih harus mengeluarkan biaya pembelian buku dan seragam serta keperluan sekolah lainnya. pemerintah harus jeli melihat permasalahan tersebut dan mengeluarkan kebijakan rasional yang mampu diimplementasikan dilapangan. Hal penting yang perlu digaris bawahi adalah merekonstruksi pemaknaan “miskin” terlebih dahulu. Kata miskin selalu diikuti dengan kondisi memprihatinkan. Sekolah “non formal” ini setara dengan sekolah umum lainnya. Sekolah “Mandiri” memiliki kurikulum yang sama dengan sekolah umum, pemerintah memfasilitasi sekolah non formal yang sudah ada melalui penyediaan fasilitas memadai dan ketersediaan referensi belajar seperti buku pelajaran dan media lain. 
         Anak-anak tidak lagi memikirkan masalah keperluan sekolah seperti seragam, buku dan alat tulis karena semua peralatan alat tulis akan disediakan oleh siswa itu sendiri tanpa harus membeli peralatan baru. Sekolah non formal ini sekaligus mengajarkan anak-anak untuk kreatif dalam memanfaatkan barang-barang bekas yang dapat digunakan kembali untuk keperluan mereka. Kertas daur ulang sebagai bahan untuk alat tulis dapat digunakan oleh anak-anak ini. Tawaran ini diharapkan mampu mengatasi dan menyelesaikan permasalahan anak-anak yang tidak mampu melanjutkan sekolah. Sekolah mandiri kedepannya diharapkan mampu melahirkan generasi muda terdidik, tanggap dan inovatif bagi lingkungan dan masyarakat.  

0 komentar:

Posting Komentar