Bagaimana Kita Bisa Menjadi
Generasi Paling Adaptif dan Progresif di Abad ke-21?
Don’t forget but forgive.
Bagian kesatu:Penerimaan (acceptance)
Terkadang memang kita harus memacu diri kita sebagai generasi muda untuk
kembali berpikir secara mendasar tentang kemajuan dan semua bentuk dinamika di
sekitar kita. Perkembangan masyarakat, konflik-konflik, isu-isu yang
tersalurkan maupun yang teralihkan, penegakan hukum, perubahan postur
pemerintahan dan politik, ataupun kondisi internal tiap individu pastilah
selalu membawa hal yang berbeda setiap harinya. Hal-hal semacam itu adalah hal
besar, kompleks, dan terkadang membutuhkan terma panjang untuk penyelesaiannya.
Nampak di mata kita perubahan-perubahan ke arah perbaikan, nampak pula
kebingungan-kebingungan tentang keadaan suatu hal yang semakin tidak
menjanjikan. Kita tidak perlu berpikir terlalu jauh melampaui kapasitas kita
guna menyelesaikan masalah masyarakat, bangsa, atau negara. Yang perlu kita
lakukan secepatnya, sebelum mulai hal yang lebih besar, adalah menerima
keadaan.
Jika kita sudah bisa mengalami hal-hal sampai
sejauh ini, itu berarti kita sudah ditakdirkan untuk mengalami masa muda. Kita
diberikan waktu dan keleluasaan untuk memilih. Untuk melihat, mendengarkan,
memulai pembicaraan, adalah subjek-subjek yang menemani kita untuk menerima,
memilih dan mengakui keadaan yang ada sekarang. Dunia juga sudah memiliki
takdirnya sendiri yang nampak sebagai tugas dan keadaan sebagaimana mestinya ia
berlangsung. Kita, generasi muda yang hidup bersama semua bentuk perubahan
dunia akan nampak wajar dan biasa jika kita mengalami perubahan, siklus, serta
regenerasi sama seperti yang dialami oleh bumi ini. Jika saat ini kita mengaku
terlalu banyak menyaksikan konflik di atas bumi ini, maka itu berarti kita kembali
diuji, bagaikan ujian sekolah, yang harus dihadapi. Ujian bagi generasi muda
ini adalah juga peluang. Peluang untuk membuka mata lebih lebar, melapangkan
pikiran lebih luas, tentang sudut pandang yang harus dipakai dalam melihat
dinamika semacam konflik yang sedang berlangsung tersebut.
Memang, generasi muda seperti kita sering pula
diserukan untuk segera bertindak atas segala sesuatu yang terjadi dan dianggap
perlu diperbaiki. Kita seringkali diminta untuk berdiri di barisan paling depan
pasukan revolusi pembawa perubahan yang mendasar itu. Namun bukan berarti kecekatan dan kecepatan aksi kita
tidak didasari atas rasa kecerdasan dan pemikiran strategis. Kita bisa saja
mengambil langkah seperti sebagian pemuda Palestina yang menyerang dengan
granat bunuh diri begitu saja ke arah mereka yang dianggap musuh. Akan tetapi
langkah-langkah semacam itu tergolong langkah alternatif yang sejatinya tidak
perlu diutamakan. Kita tentu tidak ingin terjebak ke dalam lubang perlawanan
buta yang tidak memperlihatkan solusi mutualisme. Kita ingin menjadi solutif
sekaligus progresif.
Keberanian kita untuk menerima keadaan,
bukannya meratapinya; Keberanian kita untuk melapangkan pikiran, bukannya
menyempitkannya; Keberanian kita untuk melangkah dengan solusi, bukannya rasa apatis,
adalah sebuah titik awal kesadaran kita akan kewajiban membawa perubahan di
dunia. Dalam menerima keadaan memang ada kecenderungan dan godaan kita untuk khawatir
berlebihan sehingga terancam menjadi orang yang apatis. Namun di lain sisi,
penerimaan (acceptance) memberikan
kita ruang lebih untuk melihat celah yang bisa kita manfaatkan untuk melakukan serangkaian
perubahan kecil dengan tujuan perbaikan di sekeliling masyarakat. Penerimaan
juga melatih kita untuk memaafkan apa yang telah terjadi. Tidak perlu terlalu
mengikuti tuntutan zaman, kita hanya harus membuat perubahan-perubahan yang
dimulai dari hal-hal yang paling kita sukai.
Bagian kedua: Choose the one you really want!
Ada beberapa hal yang bisa menjadi konsentrasi dalam memperbaiki keadaan
yang ada sekarang. Banyaknya pilihan ini justru menantang kita lebih fokus,
memusatkan kekuatan pada hal-hal yang lebih penting. Melakukan hal-hal yang
menjadi kegemaran selalu bisa menjadi awal mula kesenangan dan pembentukan
integritas dalam memulai perubahan.
Ketika seorang pemuda sudah bisa mengetahui apa
hal yang paling disukainya, maka dengan sebuah niat tulus ia sudah bisa
menciptakan itikad acceptance dan
menciptakan hal baru. Hal-hal yang paling digemari di sekolah seperti
sepakbola, sains, botani, atau bahkan balet bisa menjadi pilihan jalan untuk
peruban itu. Seperti halnya awal pembentukan bakat pada anak yang baru puber,
seharusnya pilihan untuk memperbaiki sesuatu selalu disertai keringanan hati
dalam melakukannya. Seperti filosofi lama yang terkenal, kegemaran selalu
menjadi ketulusan; ketulusan selalu berlanjut menjadi keringanan; sedangkan keringanan
berujung pada semangat (passion). Dan
jika sudah terlibat dalam konsentrasi tinggi yang fokus pada kebesaran
semangat, maka peluang untuk membawa pengaruh pada lingkungan bukanlah hal yang
sulit.
Memang, teori tidak selamanya bisa menghasilkan
perubahan tanpa tindakan yang konkret. Namun perubahan juga tidak akan efektif
tanpa arah gerak dan strategi yang jelas. Dalam dinamika perubahan dunia akhir-akhir
ini “menawarkan” tantangan bagi kita untuk meningkatkan kemampuan individual.
***
Ilustrasi: addykho.com.
Ilustrasi: addykho.com.
0 komentar:
Posting Komentar