Ketika
dikatakan bahwa identitas adalah pencerminan individual yang berbeda dengan
object lain maka keberadaan Rumah Tongkonan mengindikasikan bahwa Rumah
Tongkonan memilki keunikan yang tidak dimiliki oleh bangunan atau rumah adat
lainnya. Selanjutnya keunikan Rumah Tongkonan akan menjadi identitas terhadap
wilayah yang menjadi asal mula keberadaan Rumah Tongkonan dan menjadikan Rumah Tongkonan sebagai brand
Kabupaten Tanah Toraja.
Tongkonan sendiri bentuknya adalah rumah panggung yang dibangun dari kombinasi batang kayu dan lembaran papan. Kalau diamati, denahnya berbentuk persegi panjang mengikuti bentuk praktis dari material kayu. Tidak ada pelitur atau pernis, semuanya berasal dari kayu uru, sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi. Kualltas kayunya cukup baik dan banyak dijumpal dijumpal di daerah Toraja.
Ada tiga bagian dari Tongkonan; kolong (Sulluk Banua), bagan (Kale Banua) dan atap (Ratiang Banua). Dilihat dari tampak samping, pembagian ini nampak jelas darn pola struktur kayunya. Pada kolong nampak ruang kosong dan tertutup pada bagian dindingnya yang sambungannya dari papan dengan ketebalan sekitar 5-7 cm.
Pada bagian atap, bentuknya melengkung mirip tanduk kerbau. Di sisi barat dan timur bangunan terdapat jendela kecil, tempat masuknya sinar matahari dan aliran angin. Tongkonan mempunyai masing-masing kolom yang berkumpu pada batu. Kolom utamanya menjadi penyangga struktur atap di sisi ujungnya.
“Tongkonan”
sebagai cerminan karakter kota
Jika
dikatakan bahwa Tongkonan merupakan cerminan karakter kota maka perlu diketahui
karakter seperti apa yang mendominasi dari perwujudan sebuah rumah tongkonan.
Rumah tongkonan terdiri dari begitu banyak unsur budaya dan tradisi. Rumah
Tongkonan mampu menjadi kebanggaan masyarakat Tanah Toraja sehingga hamper
disetiap atap rumah warga Tanah Toraja mengikuti model atap Rumah Tongkonan.
Sehingga ketika berkunjung di Kabupaten Tanah Toraja maka kesan budaya sangat
terasa.
Hampir
di setiap sisi jalan dan sudut kota kita bisa menemukan berbagai rumah dengan
desain arsitektur atap rumah yang mengikuti atap Rumah Tongkonan. Hal ini tentu
sangat menarik perhatian, sebab keunikan local tersebut masih bertahan sampai
sekarang, selain itu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sebenarnya
pendapat warga Tanah Toraja melihat eksistensi Rumah Tongkonan yang masih
terpelihara hingga sekarang.
Dengan
menggunakan model atap rumah Tongkonan pada setiap rumah warga, terlihat suatu
bentuk kebanggaan sebagai Masyarakat Tanah Toraja karena dengan mengggunakan
atap Rumah Tongkonan akan menggambarkan asal warga tersebut. Dengan mudah kita
mengetahi asal masyarakat Tanah Toraja jika atap Tongkonan yang menjadi cirri
khas meskipun masyarakat tersebut bertempat tinggal di daerah lain.
Masyarakat
Tanah Toraja mampu mempertahankan budaya dan keunikan Rumah Tongkonan sehingga
begitu memasuki Kabupaten Tanah Toraja orang akan merasakan suasana kota yang
sangat kental dengan unsur budaya. Budaya sering dilihat
sebagai kemewahan, sebagai sesuatu yang akan dibahas setelah kemiskinan
diatasi, sesuatu yang akan digarap setelah pemerintah menyelesaikan hal-hal
yang lebih penting. Tidak disadari bahwa kekuatan budaya sebetulnya justru
merupakan kekuatan utama sebagai landasan pembangunan, sebagai pendorong dan
pendukung pembangunan. Dari pimpinan nasional sudah diisyaratkan bahwa budaya
akan menjadi kekuatan utama di masa depan. Keberadaan Rumah Tongkonan yang
masih bertahan ditengah pembangunan kota saat ini menunjukkan bahwa Masyarakat
Tanah Toraja sangat menghargai sejarah sehingga budaya dan keunikan local masih
dapat kita temukan hingga saat ini.
Jika
pepatah mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan
perjuangan pahlawan maka kondisi tersebut dapat terlihat di Kabupaten Tanah
Toraja, Tanah Toraja begitu dikenal sebagai tempat yang memilki karakter kota
dengan keunikan local yang masih bertahan hingga saat ini bahkan budaya dan
keunikan local khas Tanah Toraja menjadi daya tarik wisatawan domestic maupun
internasional yang ingin memahami lebih dalam tentang budaya Tanah Toraja. Hal
tersebut tidak terlepas dari usaha warga dan pemerintah dalam melestarikan
segala bentuk budaya dan tradisi di Tanah Toraja, dan penghargaan yang tinggi
terhadap sejarah sehingga tertuang dalam kreatifitas model atap rumah warga
Tanah Toraja yang di adopsi dari atap Rumah Tongkonan.
Belajar
dari Keunikan Lokal Rumah Tongkonan
Seiring
dengan perkembangan zaman maka membangun merupakan sesuatu yang mutlak perlu
dilakukan kemajuan suatu pembangunan akan menjadi tolak ukur tingakat
perkembangan suatu daerah. Namun terkadang kita kebablasan dalam melakukan
pembangunan jika terkait dengan upaya untuk mempertahankan kelestrarian
keuinkan local suatu daerah. Kota diharapkan mampu menjadi tempat yang nyaman
bagi penghuninya, dimana warga kota tidak membuat stigma dalam benaknya bahwa
kota adalah tempat yang sesak, padat dan tidak teratur.
Warisan
budaya atau keunikan local biasanya masih sangat jarang diperhatikan oleh warga
dan pemerintah setempat sehingga kebudayaan local tersebut tidak mampu menjadi
brand yang menggambarkan identitas daerah tersebut seperti apa. Sangat
disayangkan apabila focus pembangunan kota saat ini cenderung mengabaikan
keunikan local. Keunikan local tersebut bisa menjadi penyeimbang dalam
pemabngunan kota. Keunikan local bisa selaras dengan pembangunan kota sehingga
nilai budaya tersebut tidak hilang begitu saja, bahkan dapat dijadikan kekuatan
dalam pembangunan.
Keunikan
local Rumah Tongkonan yang masih terlihat kokoh hingga saat ini dapat dijadikan
contoh dalam memaknai pembangunan yang sesungguhnya. Pembangunan yang mampu
membuat masyarakat merasa sangat dekat dengan lingkungan dan budayanya.
Menerapakan atap rumah Tongkonan di setiap bangunan pemerintahan dan rumah
warga mampu memberikan dua nuansa sekaligus. Disatu sisi kita merasa hidup di
era modern, namun disisi lain kita dapat merasakan kembali ke zaman dahulu.
Kota seperti ini merupakan kota yang manusiawi karena tidak mengabaikan kondisi
psikologi warganya dengan menawarkan pembangunan yang berjalan selaras dengan
budaya.
Walaupun
kota terlihat padat akan tetapi jika kita masih mampu menawarkan sisi lain
dalam kota tersebut maka rasa jenuh dan stress akibat kepadatan di perkotaan
dapat kita atasi. Ketika macet di jalan kita tentu merasa stress dan emosi kita
akan menigggi karena disekeliling kita tidak ada hal menarik yang mapu
mengalihkan perasaas stress tersebut, di sisi kanan maupun kiri yang kita lihat
hanya pusat perdagangan dan keramaian.
Bisa
dibayangkan kalau di setiap bagian kota disisipkan bangunan yang memadukan
nuansa budaya yang menjadi ciri khas daerah tersebut maka perhatian kita
terhadap kemacetan bisa dilakukan. Karena mata dan penglihatan mendapat banyak
pilihan objek menarik yang dapat disaksikan. Namun jika disisi kanan dan kiri
merupakan bangunan dengan fungsi aktifitas seperti kantor. Perdagangan maka bayangan
pekerjaan yang menumpuk akan muncul dalam benak kita sehingga menambah perasaan
stress dalam diri.
Menerapkan
keunikan local dengan memadukan desain arsitektur dan desain kota
memperlihatkan identitas warga dan pola kreatifitas warga kota itu sendiri. Di
sisi lain upaya pelestarian budaya tidak akan menjadi masalah bagi anak cucu
kita, karena mereka telah terbiasa melihat unsure budaya tersebut, tanpa harus
belajar secara intens untuk memahami budaya orang akan memahaminya jika unsur
budaya tersebut telah mereka dapatkan di sekelilingnya.
Dengan
demikian dapat disimpukan beberapa hal terkait dengan perpaduan desain
arsitektur dalam menciptakan karakter kota sebagai berikut:
1. Kekhasan
budaya dan keuikan lokal tetap terpelihara dengan menyelaraskan pembangunan
kota yang mengaplikasikan keunikan local tersebut dalam desain bangunan
pemerintahan maupun rumah masyarakat.
2. Akan
tercipta suasana kota yang berbeda dengan kota lain karena kota yang memadukan
nilai budaya memilki karakter dan ciri khas yang tidak seragam. Sehingga orang
tidak akan merasa jenuh dengan suasana kota seperti itu.
3. Keunikan
local dapat menjadi kekuatan dalam pembangunan karena keunikan local adalah
cerminan budaya yang apabila di implementasikan dalam penataan kota akan
menjadi daya tarik bagi wisatawan sehingga dapat dijadikan sebagai icon
pariwisata.
4. Mempengaruhi
kondisi psikologi karena stress perkotaan yang tidak terbendung dapat di
imbangi dengan suasana kota yang memberikan beberapa pilihan, disatu sisi kita
merasa hidup di zaman modern dan disisi lain kita merasa kembali ke masa
lampau.
5. Generasi
muda secara otodidak dapat memahami kebudayaan asal mereka karena kebudayaan
tersebut berada di sekeliling mereka.
Jadi kota tidak hanya dibangun
untuk memenuhi kelengkapan sarana bagi masyarakat namun masyarakat juga
memerlukan kenyamanan dalam bertempat tinggal, kota yang dibangun berdasarkan
kebutuhan fisik yang dipadukan dengan unsur budaya adalah kota yang manusiawi ,
mengapa?? Karena kota tersebut tidak mengabaikan psikologi warga kotanya, yang
selalu membutuhkan nuansa lain sehingga penduduknya tidak merasa jenuh.
Pembagunan yang hanya berkutat pada
standar pemenuhan prasarana maupun sarana pada dasarnya hanya akan menjadikan
kota tersebut seperti kota mati, dimana warganya harus menjalani aktivitas dan
rutinitas yang sama tanpa ada hal lain yang mereka temukan dalam kotanya. Tidak
ada karakter kota dalam ciri kota seperti ini. Jadi untuk menciptakan
pembangunan yang manusiawi bagi warga kota salah satu caranya adalah dengan
melestarikan keunikan local, selain memilki karakter, hal tersebut juga
menunjukkan penghargaan kita terhadap sejarah masa lalu hingga kita bisa
merasakan suatu peradaban kota yang lebih bijaksana saat ini dan akan
diteruskan oleh generasi selanjutnya di masa yang akan datang.
17 MARET 2008
Urban Fellowship III