Praktik penebangan kayu sudah
dimulai sejak tahun 3.500 SM di Mesopotamia sekitar pemerintahan kerajaan
Sumeria. Praktik penebangan kayu (timber
extraction) telah berlangsung selama 4 milenium, bisa dibayangkan berapa
luas hutan yang telah habis untuk berbagai macam kegiatan salah satunya adalah
perdagangan. Berdasarkan data Simon
(1999), disebutkan bahwa negara di Eropa membutuhkan waktu 1.300 tahun
untuk menghabiskan kayu dari hutan alam yang ada, 1.000 tahun untuk hutan alam
jati di Jawa, dan 20 tahun untuk hutan meranti di luar Jawa.
Praktik penebangan
hutan yang terjadi begitu cepat di Indonesia, disebabkan karena Indonesia
merupakan negara berkembang yang membutuhkan dana yang besar untuk melakukan
pembangunan. Sebelum bangsa Indonesia merdeka, Belanda dengan VOC-nya telah
menguasai penebangan hutan jati, sehingga pada tahun 1650 kerusakan hutan mulai
menunjukkan laju yang nyata. Tidak mengherankan pada awal abad ke- 19 hutan
jati di Jawa dinyatakan rusak berat. Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik
Indonesia mengundang para pemilik modal untuk menggarap habis seluruh hutan di
Pulau Jawa. Oleh penduduk setempat, areal bekas tebangan digunakan oleh
penduduk untuk membuka lahan baru yang digunakan untuk kegiatan pertanian.
Bahkan awal berdirinya kerajaan-kerajaan
bermula di atas tanah subur yakni hutan, kemudian semakin lama kerajaan semakin
besar karena memanfaatkan hutan untuk kegiatan perdagangan dengan negara
tetangga. Merunut sejarah pembukaan lahan hutan tersebut, dapat dikatakan bahwa
sejak dahulu kegiatan pembalakan pohon di hutan atas dasar kepentingan
pemerintah pada saat itu, kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi. Keuntungan finansial melalui kegiatan “ekonomi hutan” tidak
sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan.
Dampak linkungan, rantai ekosistem
terganggu, akibatnya berbagai wabah penyakit, virus semakin mudah menyerang
umat manusia. Dampak bencana alam seperti tanah longsor dan banjir bandang juga
menelan banyak korban jiwa dan kerugian materi. Namun seakan tidak memberi efek
jera, pembalakan liar terus saja berlangsung, bahkan yang sangat memprihatinkan
karena setiap departemen yang berwenang memiliki standar penghitungan sendiri
dalam menetapkan status fungsi kawasan hutan, akibatnya hutan yang seharusnya
menjadi hutan konservasi berubah fungsi menjadi hutan produksi.
Melestarikan Kearifan Lokal, Menyelamatkan Hutan
Pemanfaatan kayu hutan untuk menghasilkan kertas, tisu dan berbagai
macam perabotan rumah tangga menjadi sesuatu yang dilematis dan kompleks. Kita
dihadapkan dengan ancaman lingkungan dan sisi lain tuntutan ekonomi mutlak
harus terpenuhi. Pola hidup hedonis menggerogoti seperti kanker dalam kehidupan
manusia. Di tempat lain, tepatnya di Kabupaten Bulukumba terdapat satu suku
yang sangat menjaga kelestarian hutan mereka. Suku ini dikenal dengan nama suku
Kajang. Prinsip ekologi yang dianut oleh masyarakat suku Kajang disebut “tallasa
kamase-mase”.
Prinsip ini diterapkan dalam kehidupan masyarakat suku
kajang yang dicirikan dengan masyarakat yang hidup sederhana dan bersahaja.
Suku Kajang membagi kawasan hutan ke dalam tiga bagian yaitu: hutan Borong
Karamaka atau hutan keramat, hutan Borong Batasaya, hutan Borong Luara. Pembagian zona kawasan hutan ini berfungsi untuk
mengajarkan kedisiplinan bagi warga untuk mentaati peraturan yang dibuat oleh
ketua adat. Secara psikologi juga berfungsi untuk menekan sifat rakus manusia
terhadap alam.
Selain suku Kajang, masyarakat Kampung Naga juga dikenal dengan
pemeliharaan hutan konservasinya, masyarakat Kampung Naga memiliki sistem
pemanfaatan lahan yang menjunjung tinggi prinsip keberlanjutan sumberdaya alam
dan manusia yang tertuang dalam struktur ruang menyerupai sistem anatomi tubuh
manusia. Suku Kajang maupun masyarakat Kampung Naga telah mengajarkan kita
bagaimana mengelola dan memanfaatkan hutan dengan kearifan lokal yang mereka
miliki. Nilai-nilai kearifan inilah yang sepatutnya menjadi pembelajaran bagi
kita semua, dan senantiasa mengingatkan kita bahwa pola hidup sederhana dan
menjaga alam akan menyelamatkan kelangsungan hidup umat manusia selamanya.
Lokasi kawasan Suku Kajang
0 komentar:
Posting Komentar