sumber gambar: http://1.bp.blogspot.com/
Perkembangan dan kemajuan kota
menyebabkan tingginya laju urbanisasi secara besar-besaran dalam jangka waktu
relatif singkat. Urbanisasi akhirnya menjadi masalah apabila kemampuan
sumberdaya perkotaan terutama dalam bidang ketenagakerjaan sudah tidak
sebanding dengan laju urbanisasi. Dampak negatifnya adalah daya tamping dan
daya dukung lingkungan semakin menurun akibat pertumbuhan penduduk dan laju
urbanisasi yang semakin tidak terbendung.
Kota besar seperti Jakarta merupakan
kota dengan laju urbanisasi tertinggi, sedangkan daya dukung lingkungan kota
Jakarta sendiri mengalami penurunan secara signifikan. Penurunan daya dukung
lingkungan disebabkan karena terjadinya kesenjangan antara sumber daya yang
tersedia sudah tidak sebanding dengan permintaan yang ada. Jakarta akhirnya
harus menampung beban perkotaan yang semakin bertambah setiap hari.
Menekan laju urbanisasi telah
dilakukan oleh pemerintah Jakarta dengan memulangkan warga pendatang yang tidak
memiliki bekal keterampilan dan jaminan perolehan kerja di Jakarta, hanya saja
kebijakan ini dinilai kurang efektif, karena disatu sisi kebijakan ini dianggap
terlalu radikal dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.
Menengok negara Brasil, salah satu
kota yang dinilai berhasil menyelesaikan seluruh permasalahan kota yakni kota
Curitiba, pemerintah Curitiba mengalami kepadatan populasi dalam kota meningkat
tiga kali lipat sejak tahun 1960 – 2008. Kenaikan laju populasi penduduk hingga
tiga kali lipat diikuti dengan kebijakan menyediakan ruang hijau dari 1 km²
menjadi 50 km² per penduduk. Strategi pertumbuhan penduduk yang mampu
menyiasati kepadatan penduduk sekaligus melindungi ruang hijau menjadi solusi
untuk mengatasi masalah urbanisasi di Kota Curitiba. Beberapa kebijakan khususnya
dalam kota Jakarta yang bisa diterapkan untuk mengatasi masalah urbanisasi di
Kota Jakarta adalah:
1.
Deportasi
regional
Kebijakan ini metodenya mirip dengan
kegiatan deportasi antar negara, bedanya istilah ini diterapkan untuk skala
regional. Warga pendatang (non wisatawan) yang tidak memiliki rumah/tempat
tinggal serta pekerjaan di Jakarta wajib dipulangkan ke daerah asal.
2.
Pembatasan
Jumlah keluarga
Warga pendatang yang bekerja di
Jakarta tidak diperkenankan membawa serta anggota keluarga lain untuk tinggal
di Jakarta tanpa tujuan dan kepentingan yang jelas.
3.
Batas
Waktu
Warga pendatang di Jakarta khususnya
warga yang bekerja di Jakarta memiliki batas waktu menetap sekitar 5-7 tahun.
4.
Pajak
Tinggal
Pajak ini juga berlaku untuk warga
pendatang yang bekerja, selama tinggal di Jakarta wajib mengeluarkan biaya
berupa pajak sebagai kompensasi atas lahan yang diperoleh selama jangka waktu
yang telah ditentukan.
Untuk mengurangi laju pertumbuhan
pencari kerja di Jakarta maka langkah yang harus ditempuh adalah:
1.
Kerjasama
wilayah :
Pemerintah Jakarta tidak sendiri dalam
menyelesaikan permasalahan urbanisasi, pemerintah di luar wilayah administratif
Kota Jakarta ikut bertanggung jawab dan memikirkan bersama masalah urbanisasi
tersebut.
2.
Home
Industri
Pemerintah bersama pihak swasta
mengembangkan kegiatan home industri, istilah bagi pekerja HI adalah pekerja
tidak langsung. Pekerja bisa menyelesaikan produksi di rumah masing-masing
untuk mengurangi pergerakan ke lokasi pabrik.
3.
Non
Privatisasi
Membatasi kepemilikikan lahan dalam
jumlah besar pada kawasan strategis di pusat kota, untuk menghindari perubahan
fungsi lahan yang menyebabkan tingginya “bangkitan dan tarikan transportasi”
akibat perubahan fungsi lahan dari lahan privatisasi.
Beberapa kebijakan yang telah
disebutkan tentu membutuhkan banyak penyesuaian dan akan bersinggungan dengan
kebijakan dan kepentingan publik. Terlepas dari kompleksitas keseluruhan
masalah urbanisasi, satu hal yang perlu ditekankan adalah urbanisasi tidak
hanya berkutan pada persoalah penduduk saja, melainkan andil pemerintah dalam
hal pengambilan keputusan dan kebijakan daerah terkait kebijakan perekonomian
dan arah pembangunan daerah akan berpengaruh terhadap urbanisasi.
Pola pikir tentang kota Jakarta perlu
dikritisi kembali, Jakarta bukan tempat mengadu nasib, jika Jakarta sudah siap
untuk menjadi ibukota negara, maka kedepannya Jakarta hanya akan menjadi
ibukota negara dengan fungsi-fungsi pelayanan pendukung. Pembangunan dan
pemerataan perekonomian mutlak dilakukan di daerah bukan sebaliknya malah
menjadikan Jakarta sebagai pusat seluruh kegiatan seperti bisnis, perdagangan
dan jasa.
0 komentar:
Posting Komentar