Senin, 27 Mei 2013

Kota sudah tidak ramah



Kota semakin dipuja, dan manusia mulai menghamba dengan kenyamanan yang ada di kota mereka, tapi hal tersebut tidak berlaku bagi warga kota yang tidak memiliki tempat tinggal. Mereka hanya menggantungkan harapan pada sepetak ruang ukuran 2x1 m untuk melepas waktu di malam hari, tanpa pernah tahu apa yang terjadi esok hari sebelum matahari terbit. Sementara sebagian manusia lain masih terlelap di kamar tidur maha luas nan mewah, dan taman besar di halaman rumah, semuanya kosong melompong. Itulah gambaran kota yang sudah tidak ramah dengan manusia.

Kota sudah seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan layak untuk dihuni oleh warga kota. apa yang terjadi dengan kota-kota di Indonesia jika pada malam hari beberapa ruas jalannya masih ada orang yang tidur di emperan toko?, sementara sebagian dari kita berkoar-koar dibalik selimut halus menganggap bahwa mereka adalah warga yang terbuang, harus disingkirkan.

Perencana kota bisa turut andil dalam menyelamatkan para tunawisma ini, sudah saatnya perencana kota dan arsitek kota memikirkan bagaimana kota bisa menjadi ruang kehidupan semua lapisan masyarakat. Kota tidak lagi direncanakan hanya untuk membangun pusat perbelanjaan nan mewah namun miskin perikemanusiaan, miskin lingkungan, malah kaya limbah. Blok perumahan dan apartemen mewah di kawasan perkampungan kumuh sudah cukup menyisakan kesenjangan sosial yang bisa memicu konflik sosial.

JAKARTA bukan Singapura, bukan DUBAI, bahwa yang menghuni kota hanya manusia yang memiliki keseragaman strata sosial sebagai warga kelas atas, JAKARTA lahir dari keberagaman, selamatkan keberagaman mereka. Perencanaan kota terlihat hanya memihak pada pemiliki modal, tidak peduli lahan tersebut merupakan kawasan konservasi dan resapan air, selama masih bisa membangun maka pembangunan akan dilaksanakan. Desain kota memberangus lahan publik tempat dimana seharusnya warga kota bisa berkumpul, yang terbangun hanyalah labirin superblok, tanpa mereka sadari labirin superblok itu telah menyesatkan pergerakan mereka di dalam kota.

Solusi mutlak tidak akan pernah ada, karena merencanakan kota akan bersinggungan dengan keahlian berbagai bidang, yang dibutuhkan adalah kerjasama seluruh bidang keahlian untuk duduk bersama memikirkan jalan keluar paling manusiawi. Perencanaan untuk melindungi hak-hak warga kota tanpa terkecuali perlu dipikirkan bersama, terutama tunawisma yang mendiami kota.

Pemerintah bisa saja menerapkan aturan bagi pemilik bangunan ruko dan pertokoan untuk membuat desain ramah tunawisma di halaman toko, ramah yang dimaksud adalah ruang tersebut didesain untuk memungkinkan tunawisma bisa tidur dan beristirahat dengan layak. Ingat kita semua manusia sama dengan mereka, tidak sepatutnya memperlakukan mereka seperti manusia terlantar. Dan untuk kota-kota lain, jangan menunggu sampai kota Anda menjadi tidak ramah seperti Jakarta, belajarlah dari Jakarta.


0 komentar:

Posting Komentar