Kota semakin dipuja, dan manusia mulai menghamba dengan
kenyamanan yang ada di kota mereka, tapi hal tersebut tidak berlaku bagi warga
kota yang tidak memiliki tempat tinggal. Mereka hanya menggantungkan harapan
pada sepetak ruang ukuran 2x1 m untuk melepas waktu di malam hari, tanpa pernah
tahu apa yang terjadi esok hari sebelum matahari terbit. Sementara sebagian
manusia lain masih terlelap di kamar tidur maha luas nan mewah, dan taman besar
di halaman rumah, semuanya kosong melompong. Itulah gambaran kota yang sudah
tidak ramah dengan manusia.
Kota sudah seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan layak untuk
dihuni oleh warga kota. apa yang terjadi dengan kota-kota di Indonesia jika
pada malam hari beberapa ruas jalannya masih ada orang yang tidur di emperan
toko?, sementara sebagian dari kita berkoar-koar dibalik selimut halus menganggap
bahwa mereka adalah warga yang terbuang, harus disingkirkan.
Perencana kota bisa turut andil dalam menyelamatkan para
tunawisma ini, sudah saatnya perencana kota dan arsitek kota memikirkan
bagaimana kota bisa menjadi ruang kehidupan semua lapisan masyarakat. Kota
tidak lagi direncanakan hanya untuk membangun pusat perbelanjaan nan mewah
namun miskin perikemanusiaan, miskin lingkungan, malah kaya limbah. Blok perumahan
dan apartemen mewah di kawasan perkampungan kumuh sudah cukup menyisakan
kesenjangan sosial yang bisa memicu konflik sosial.
JAKARTA bukan Singapura, bukan DUBAI, bahwa yang menghuni
kota hanya manusia yang memiliki keseragaman strata sosial sebagai warga kelas
atas, JAKARTA lahir dari keberagaman, selamatkan keberagaman mereka. Perencanaan
kota terlihat hanya memihak pada pemiliki modal, tidak peduli lahan tersebut
merupakan kawasan konservasi dan resapan air, selama masih bisa membangun maka
pembangunan akan dilaksanakan. Desain kota memberangus lahan publik tempat
dimana seharusnya warga kota bisa berkumpul, yang terbangun hanyalah labirin
superblok, tanpa mereka sadari labirin superblok itu telah menyesatkan
pergerakan mereka di dalam kota.
Solusi mutlak tidak akan pernah ada, karena merencanakan kota
akan bersinggungan dengan keahlian berbagai bidang, yang dibutuhkan adalah
kerjasama seluruh bidang keahlian untuk duduk bersama memikirkan jalan keluar
paling manusiawi. Perencanaan untuk melindungi hak-hak warga kota tanpa
terkecuali perlu dipikirkan bersama, terutama tunawisma yang mendiami kota.
Pemerintah bisa saja menerapkan aturan bagi pemilik bangunan
ruko dan pertokoan untuk membuat desain ramah tunawisma di halaman toko, ramah
yang dimaksud adalah ruang tersebut didesain untuk memungkinkan tunawisma bisa
tidur dan beristirahat dengan layak. Ingat kita semua manusia sama dengan
mereka, tidak sepatutnya memperlakukan mereka seperti manusia terlantar. Dan untuk
kota-kota lain, jangan menunggu sampai kota Anda menjadi tidak ramah seperti
Jakarta, belajarlah dari Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar